Bagaimana Pandangan Allah dan Kristus Tentang Wanita ?

21 Apr, 2019 | Kategori : Agama

BAGAIMANA kita bisa memperoleh gambaran yang lengkap mengenai pandangan Allah Yehuwa tentang wanita? Salah satu cara adalah dengan mengamati sikap dan tingkah laku Yesus Kristus, yang adalah ”gambar Allah yang tidak kelihatan” dan yang dengan sempurna mencerminkan pandangan Allah atas segala sesuatu. (Kolose 1:15) Cara Yesus berinteraksi dengan para wanita pada zamannya memperlihatkan bahwa Yehuwa dan Yesus merespek wanita dan bahwa Mereka pasti tidak setuju dengan perlakuan menindas yang begitu lazim di banyak negeri dewasa ini.

Misalnya, perhatikan peristiwa ketika Yesus berbicara kepada seorang wanita di dekat sumur. ”Datanglah seorang wanita Samaria untuk menimba air,” kata catatan Injil Yohanes, dan ”Yesus mengatakan kepadanya, ’Berilah aku minum.’” Yesus tidak berkeberatan untuk berbicara kepada seorang wanita Samaria di tempat umum, meskipun kebanyakan orang Yahudi tidak berurusan dengan orang Samaria. Menurut The International Standard Bible Encyclopedia, bagi orang Yahudi ”percakapan dengan seorang wanita di tempat umum khususnya dianggap suatu aib”. Akan tetapi, Yesus memperlakukan para wanita dengan respek serta timbang rasa dan tidak berprasangka terhadap ras atau terhadap wanita. Sebaliknya, kepada wanita Samaria inilah Yesus untuk pertama kali memperkenalkan dirinya dengan jelas sebagai sang Mesias.—Yohanes 4:7-9, 25, 26.

kristus dan wanita air

Pada peristiwa lain, Yesus didekati seorang wanita yang selama 12 tahun menderita perdarahan yang meresahkan dan melemahkan. Sewaktu ia menyentuh Yesus, wanita ini langsung sembuh. ”Yesus berbalik dan, melihat wanita itu, mengatakan, ’Tabahlah, anak perempuan; imanmu telah membuatmu sembuh.’” (Matius 9:22) Menurut Hukum Musa, seorang wanita dalam keadaan seperti itu tidak sepatutnya berada di antara orang banyak, apalagi menyentuh orang lain. Namun, Yesus tidak memaki dia. Sebaliknya, dengan beriba hati ia menghiburnya dan menyapanya sebagai ”anak perempuan”. Sungguh menenangkan hati! Dan, betapa bahagianya Yesus karena bisa menyembuhkan dia!

Setelah dibangkitkan, Yesus pertama-tama menampakkan diri kepada Maria Magdalena dan murid lain, yang Alkitab sebut ”Maria yang lainnya”. Bisa saja Yesus terlebih dahulu menampakkan diri kepada Petrus, Yohanes, atau salah seorang murid pria. Sebaliknya, ia mengangkat martabat wanita dengan membiarkan mereka menjadi saksi mata pertama dari kebangkitannya. Seorang malaikat menyuruh mereka memberi tahu murid-murid pria Yesus tentang peristiwa yang mengherankan ini. Yesus mengatakan kepada kedua wanita itu, ”Pergilah, laporkanlah kepada saudara-saudaraku.” (Matius 28:1, 5-10) Yesus pasti tidak terpengaruh oleh prasangka yang umum di kalangan orang Yahudi pada zaman itu, yang menganggap wanita tidak bisa menjadi saksi yang sah.

Maka, sebaliknya dari berprasangka terhadap wanita atau dengan cara apa pun menyetujui sikap yang mengunggulkan kaum pria (chauvinistic), Yesus memperlihatkan bahwa ia merespek dan menghargai wanita. Kekerasan terhadap mereka benar-benar bertentangan dengan apa yang Yesus ajarkan, dan kita dapat yakin bahwa sikapnya merupakan cerminan yang sempurna dari cara Bapaknya, Yehuwa, memandang segala sesuatu.

Wanita Dilindungi Allah

”Tidak ada satu negeri pun di daerah Laut Tengah atau Timur Dekat zaman dahulu yang memberi wanita kebebasan seperti yang mereka nikmati dalam masyarakat Barat modern. Pola yang umum adalah bahwa wanita lebih rendah daripada pria, sebagaimana budak lebih rendah daripada orang merdeka, dan orang muda lebih rendah daripada orang tua. . . . Anak lelaki dianggap jauh lebih berharga daripada anak perempuan, dan bayi perempuan kadang-kadang sengaja ditelantarkan sampai mati.” Demikianlah sebuah kamus Alkitab menggambarkan sikap yang populer terhadap wanita pada zaman dahulu. Dalam banyak keadaan, mereka disamakan dengan budak.

Alkitab ditulis pada masa orang-orang memiliki kebiasaan yang mencerminkan sikap ini. Meskipun demikian, hukum Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab memperlihatkan respek yang tinggi terhadap wanita, yang sangat kontras dengan pandangan dalam banyak kebudayaan zaman dahulu.

Kepedulian Yehuwa terhadap kesejahteraan wanita jelas terlihat dari beberapa kejadian ketika Ia bertindak demi kepentingan para wanita penyembah-Nya. Dua kali ia turun tangan untuk melindungi istri Abraham yang cantik, Sara, agar tidak diperkosa. (Kejadian 12:14–20; 20: 1–7) Allah memperlihatkan perkenan kepada Lea, istri Yakub yang kurang dikasihi, dengan ”membuka rahimnya”, sehingga ia melahirkan seorang anak lelaki. (Kejadian 29:31, 32) Ketika dua bidan Israel yang takut akan Allah mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi bayi-bayi lelaki Ibrani dari pembunuhan bayi di Mesir, Yehuwa sebagai balasan ”membuat mereka berkeluarga”. (Keluaran 1:17, 20, 21) Ia juga menjawab doa Hana yang sungguh-sungguh. (1 Samuel 1:10, 20) Dan, ketika janda seorang nabi menghadapi seorang penagih utang yang hendak menjadikan anak-anak si janda budaknya sebagai pelunas utang, Yehuwa tidak mengabaikan dia. Dengan pengasih, Allah memungkinkan Elisa melipatgandakan persediaan minyaknya, sehingga ia bisa membayar utangnya dan masih mempunyai cukup minyak bagi keluarganya sendiri. Dengan demikian, ia bisa mempertahankan keluarganya dan martabatnya.—Keluaran 22:22, 23; 2 Raja 4: 1–7.

Para nabi berulang kali mengutuk eksploitasi wanita atau kekerasan terhadap mereka. Nabi Yeremia memberi tahu orang Israel dalam nama Yehuwa, ”Laksanakan keadilan dan keadilbenaran, dan lepaskan orang yang dirampok dari tangan orang yang berbuat curang; dan jangan memperlakukan penduduk asing, anak lelaki yatim atau janda dengan kasar. Jangan melakukan kekerasan terhadap mereka. Jangan menumpahkan darah orang yang tidak bersalah di tempat ini.” (Yeremia 22:2, 3) Sebelumnya, orang yang kaya dan berkuasa di Israel dikutuk karena mengusir wanita-wanita dari rumah mereka dan menganiaya anak-anaknya. (Mikha 2:9) Allah keadilan melihat penderitaan demikian yang ditimpakan atas wanita serta anak-anak mereka dan Ia mengutuknya sebagai perbuatan fasik.

”Istri yang Cakap”

Pandangan yang pantas tentang istri yang cakap diberikan oleh penulis Amsal zaman dahulu. Karena uraian yang indah ini, tentang peranan dan status seorang istri, dicatat dalam Firman Yehuwa, kita dapat yakin bahwa Ia menyetujuinya. Wanita demikian sama sekali tidak ditindas atau dianggap lebih rendah, tetapi justru dihargai, direspek, dan dipercaya.

”Istri yang cakap” di Amsal pasal 31 adalah seorang pekerja yang dinamis dan ulet. Ia rajin mengerjakan ”apa saja yang senang dilakukan tangannya” dan ikut berdagang, bahkan melakukan transaksi pembelian tanah. Ia melihat sebuah kebun, lalu membelinya. Ia membuat baju-baju dalam dan menjualnya. Ia memberikan sabuk-sabuk kepada para pedagang. Ia sigap dan giat. Selain itu, kata-katanya yang berhikmat dan kebaikan hatinya yang penuh kasih sangat dihargai. Semua ini membuatnya sangat dihormati oleh suaminya, oleh putra-putranya dan, yang paling penting, oleh Yehuwa.

Wanita tidak seharusnya menjadi korban penindasan pria yang memanfaatkan mereka, menganiaya mereka, atau dengan cara apa pun menyiksa mereka. Sebaliknya, wanita yang sudah menikah harus menjadi ”pelengkap” yang bahagia dan terampil bagi suaminya.—Kejadian 2:18.

Berikanlah Kehormatan kepada Mereka

Ketika menulis kepada suami-suami Kristen tentang bagaimana mereka harus memperlakukan istri mereka, penulis yang terilham Petrus mendesak para suami untuk meniru sikap Yehuwa dan Yesus Kristus. ”Suami-suami, tetaplah . . . memberikan kehormatan kepada mereka,” tulisnya. (1 Petrus 3:7) Memberikan kehormatan kepada seseorang menyiratkan bahwa orang itu sangat dihargai dan direspek. Maka, suami yang menghormati istrinya tidak merendahkan dia, menyepelekannya, atau memperlakukannya dengan kejam. Sebaliknya, ia memperlihatkan melalui kata dan perbuatan—di hadapan umum dan saat berduaan—bahwa ia menyayangi dan mencintainya.

Menghormati istri pasti turut membahagiakan perkawinan. Perhatikan contoh Carlos dan Cecilia. Pada suatu waktu dalam kehidupan perkawinan mereka, mereka sering berbantahan tanpa ada penyelesaian. Kadang-kadang, mereka mendiamkan satu sama lain. Mereka tidak tahu bagaimana mengatasi problem-problem mereka. Carlos bersikap agresif; Cecilia banyak menuntut dan sombong. Namun, sewaktu mereka mulai belajar Alkitab dan menerapkan apa yang mereka pelajari, keadaan mulai membaik. Cecilia mengatakan, ”Saya sadar bahwa ajaran Yesus dan teladan yang ia tinggalkan telah mengubah kepribadian saya dan juga kepribadian suami saya. Berkat teladan Yesus, saya lebih rendah hati dan lebih berpengertian. Saya belajar untuk mencari bantuan Yehuwa dalam doa, seperti yang Yesus lakukan. Carlos belajar untuk lebih toleran dan memperlihatkan lebih banyak pengendalian diri—untuk menghormati istrinya sebagaimana yang Yehuwa inginkan.”

Perkawinan mereka tidak sempurna, namun langgeng. Dalam tahun-tahun belakangan, ada problem-problem berat yang harus mereka hadapi—Carlos di-PHK dan harus dioperasi karena kanker. Namun, semua ini tidak menggoyahkan ikatan perkawinan mereka, yang justru sudah semakin kokoh.

Sejak umat manusia jatuh ke dalam ketidaksempurnaan, wanita dalam berbagai kebudayaan telah diperlakukan secara tidak hormat. Mereka dianiaya secara fisik, mental, dan seksual. Namun, perlakuan itu bukanlah yang Yehuwa maksudkan bagi mereka. Catatan Alkitab dengan jelas memperlihatkan bahwa tidak soal pandangan kebudayaan apa yang berlaku, semua wanita harus diperlakukan dengan hormat dan respek. Inilah hak yang Allah karuniakan kepada mereka.

Sumber : https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/102008002