Kedudukan Wanita Hindu dalam Kitab Suci Veda

21 Apr, 2019 | Kategori : Agama
Bila kita berbicara tentang keadilan dan kesetaraan sumber yang paling tepat bagi agama Hindu adalah Kitab suci Weda (Suwira Satria, 2009;1). Weda sebagai kitab suci adalah sumber ajaran Hindu dan dari Weda yang merupakan kitab Sruti, mengalir nilai-nilai kebenaran yang kemudian dikembangkan dalam kitab-kitab Smrti seperti Itihasa, Purana, Tantra Darsana dan Tattwa-tattwa. Sebagai agama yang amat tua  ajaran Weda telah luluh menyatu dengan berbagai budaya yang memang dalam perkembangannya, Hindu selalu beradaptasi dengan budaya-budaya lokal. Hal ini berakibat pengamalan Hindu diberbagai tempat tampak berbeda-beda.  Karena ajaran Hindu diterjemahkan kedalam berbagai budaya, lama kelamaan dalam perkembangan masyarakat sumbernya terlupakan sehingga nampak ajaran Hindu sebagai adat istiadat nenek moyang belaka.
Dengan adanya perkembangan peradaban masyarakat, maka terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan kehidupan manusia di masyarakat, apalagi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menyebabkan perkembangan dunia menjadi menggelobal. Apa saja yang terjadi di belahan dunia yang satu akan dapat diketahui dari belahan dunia yang lain dan sekaligus mempengaruhi belahan dunia yang lain itu. Tidaklah aneh kalau sekarang tingkat kesadaran perempuan akan haknya semakin meningkat sehingga banyak hal-hal yang di masa lalu tidak lagi menjadi permasalahan bagi perempuan justru sekarang mulai dipersoalkan. Kitab-kitab Sruti yang merupakan kitab dengan otoritas pertama sebagai wahyu mengandung nilai-nilai yang universal yang tetap berlaku dimana saja dan kapan saja. Namun kitab Smrti sebagai kitab dengan otoritas yang kedua sering harus diinterpretasikan ulang, oleh karena pemahaman masyarakat  (perempuan dan laki-laki) mulai berkembang lebih maju dan pemahaman tentang interpretasi ulang ini seringkali menuai pro dan kontra, oleh karena disatu sisi kitab itu adalah kitab suci yang tidak boleh diubah dan dijaga keotentikannya. Sedangkan dilain pihak pemahamannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman sehingga kehilangan legitimasinya. Secara konkrit bermunculan keberatan-keberatan dari mereka yang merasakan telah diperlakukan tidak adil, khususnya kaum perempuan.
Maka melalui artikel ini, akan membahas kedudukan wanita Hindu dalam Kitab Suci Veda. Dalam pandangan Hindu keberadaan alam semesta adalah ciptaan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Alam semesta keberadaanya bukan sesuatu yang sudah ada, ia ada karena memang diciptakan sebagaimana dinyatakan dalam Atharwaweda VI.61.3.
Wanita-Hindu
Aham jajana pthvim utadyam aham rtun
Ajanayam sapta sindhun.
Terjemahan:
Aku (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan langit dan bumi , Aku menciptakan musim-musim dan tujuh buah sungai. (Titib,2003;170)
Demikianlah Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta ini secara bertahap, setelah bumi (alam semesta) diciptakan , barulah kemudian menyusul penciptaan makhluk-makhluk isinya seperti tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang kemudian manusia. Tentang manusia secara jelas dinyatakan dalam Bhagawadgita III.10 :
Sahayajnah prajah sristva purovacha prajapatih
Anena prasavisyadhvam esavo”stu istha kamadhuk.
Terjemahan :
Dahulu kala Prajapati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan manusia bersama bhakti persembahannya dan bersabda : dengan ini engkau akan berkembang biak dan biarlah bumi ini jadi sapi perahanmu (Pendit.1995:89).
Dalam sloka ini secara jelas dapat dipahami bahwa manusia itu diciptakan-Nya, diperintahkan untuk berkembang dan bumi ini diberikan sebagai tempat untuk hidup dan mencari rejeki, diumpamakan sebagai sapi perahan yang maknanya adalah bahwa bumi harus diolah dan dirawat kembali  agar dapat menjadi tempat hidup yang nyaman untuk selama-lamanya. Manusia dititahkan untuk berkembang (prasavisya dhvam) agar menjadi semakin makmur. Dalam hal ini Tuhan Yang Maha Esa tidak membedakan manusia laki-laki atau perempuan. Semuanya diperintahkan untuk mengembangkan diri, dengan mendapat peluang yang sama, kewajiban yang sama dan hak yang sama pula. Tuhan Yang Maha Esa beryadnya menciptakan manusia (Sahayajnah) maka manusiapun dalam hidupnya haruslah beryadnya pula yakni melaksanakan bakti persembahannya. Tidak ada diskriminasi diantara manusia di dalam pandangan Tuhan Yang Maha Esa, dan seharusnya demikianlah pandangan manusia. Bila terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan peran yang diemban masing-masing, hendaknya perbedaan itu diterima sebagai suatu kodrat dari-Nya, tidak perlu mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain, melainkan saling membantu dan melengkapi.
Masalah  kesetaraan dan keadilan gender dalam agama Hindu dijelaskan dalam beberapa mantra Weda maupun sloka-sloka sebagai berikut :
Murdha asi rad dhruva asi
Dharuna dhartri asi dharani
Ayusve tvavarcasetva
Krisyaitva ksemaya tva (Yajurvedha XIV.21)
Terjemahan,
Wahai perempuan engkau adalah perintis cemerlang, mantap, pendukung yang memberi makan dan menjalankan aturan-aturan. Kami memiliki engkau di dalam keluarga untuk usia panjang, kecemerlangan, kemakmuran, kesuburan pertanian dan kesejahtraan (Titib,2003;416)
Ksetrabhuta smrta nari bijabhutah smrtah puman, Ksetrabija samayogat sambhawah sarwa dehinam (Manavadharmasastra IX.33)
Terjemahan:
Menurut Smrti  bahwa perempuan diumpamakan sebagai tanah, laki-laki dinyatakan sebagai  benih (bibit), hasil terjadinya jazad badaniah yang hidup terjadi karena melalui hubungan antara tanah dengan benih (Puja dan Sudharta,2003:534)
Apatyam dharmakaryani susrousa ratiruttama, 
daradhinastatha svargah pitrir nanatmanascha ha 
(Manavadharmasastra IX.28)
Terjemahan,
Anak-anak, upacara Agama, pengabdian (kepatuhan), kebahagiaan rumah tangga, sorga untuk leluhur maupun untuk diri sendiri semuanya didukung oleh kaum perempuan (Puja dan Sudharta,2003:533).
Dalam Isa Upanisad  Sloka 6 dikatakan :
Yas tu sarvani bhutani atmany evanuvasyati
Sarvabhutesu catmanam tato na vijugupsate
Terjemahan:
Dia yang melihat semua makhluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua makhluk dia tidak lagi melihat adanya suatu perbedaan dengan yang lain.(Radhakrishnan, 1953 ; 70).
Dengan adanya beberapa sloka diatas dapat disimpulkan bahwa dalam Hindu kedudukan wanita dan laki-laki memiliki kesetaran yang sama. Jadi tidak ada lagi yang mengatakan bahwa wanita Hindu itu lebih rendah daripada laki-laki. Selain itu dengan adanya hal tersebut tidak ada lagi diskriminatif dan ketidak adilan, sehingga perempuan Hindu akan terus berkembang dan percaya diri sesuai dengan nilai-nilai universal Hindu seperti “Tat Twam Asi” dan “Vasudeva Kutumbakam” ( Aku adalah engkau dan Semua manusia bersaudara).
Sumber : https://hindualukta.blogspot.com/2015/09/kedudukan-wanita-hindu-dalam-kitab-suci.html