Jakarta – Bulan ini, kita dihidangi pemandangan umbul-umbul warna-warni dengan berbagai macam model, ukuran dan bentuk serta bendera merah putih berkibar di seluruh penjuru Tanah Air, di jalan raya, di kampung, di halaman rumah, di kantor-kantor, juga di sekolah, kendatipun dalam kondisi suasana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ya, bulan ini kita kembali memperingati sebuah momen yang sangat bersejarah bagi kita, bangsa Indonesia.
Sebagai apapun kita, rasanya hati dan jiwa kita pasti tergugah dan terpanggil untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, yaitu peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tidak terkecuali pada tahun ini, di mana kita masih diliputi perasaan was-was dan selalu menjaga diri dengan melaksanakan protokol kesehatan, akibat pandemi COVID-19.
Rasa ingin terlibat dalam euphoria kemeriahan Dirgahayu RI tahun ini begitu kuat, namun kondisi dan situasi membatasi kita. Walaupun demikian, peringatan HUT RI ke-76 tahun ini tetap dilaksanakan di berbagai instansi, baik pemerintahan maupun swasta. Walaupun semua pelaksanaan diselenggarakan dengan virtual atau dengan protokol kesehatan yang ketat.
Merdeka berarti menyejahterakan, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok, namun kemerdekaan untuk kepentingan seluruh rakyat, untuk bangsa dan seluruh elemen-elemennya, sehingga keadilan dan kemakmuran tidak hanya diperoleh oleh segelintir orang. Demikian juga dengan implementasi aturan dan hukum, berlaku untuk semua lapisan masyarakat, siapa pun dan apa pun profesinya, jabatannya, dan status sosialnya.
Merdeka bukanlah dimaknai bebas tanpa aturan. Merdeka juga bukan berarti semena-mena berkuasa. Tetapi merdeka berarti membangun dengan kekuatan persatuan. Semuanya terdapat dalam butir butir pancasila, yang di setiap silanya kita bisa mendapatkan pesan dan harapan suci para pendahulu bangsa, terutama di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini kita dapat banyak belajar menghadapi pandemi ini dari nilai-nilai Pancasila, sehingga dapat merdeka lahir dan batin, yakni sehat jasmani dan rohani.
Sila Pertama : Ketuhanan yang Maha Esa
Indonesia dikenal negara yang menjunjung nilai-nilai ketuhanan dalam berbangsa dan bernegara. Setidaknya ada enam agama yang saat ini diakui oleh negara berdasarkan penetapan presiden Nomor 1 Tahun 1965, sehingga dengan kenyataan ini kita harus merealisasikan bahwa dengan kita bergama dan menjalankan nilai nilai luhur yang setiap agama ajarkan, kita harus mengaplikasikannya dalam kehidupan bernegara
Mari kita ingat bahwa salah satu faktor bangsa ini bisa merdeka adalah karena para pahlawan kita dahulu menjunjung tinggi keyakinan dan tawakal yang kuat kepada Tuhan-nya dalam menopang ikhtiar menghadapi penjajah kala itu. Dalam konteks kekinian, terutama dalam berperang melawan pandemi COVID-19, seluruh komponen dan masyarakat Indonesia tak boleh lelah untuk berdoa dan memohon pertolongan kepada Tuhan, agar musibah COVID-19 lekas sirna dari muka bumi ini.
Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pada sila kedua ini mengandung nilai-nilai luhur yang sangat tinggi, yakni ‘memanusiakan manusia’, memposisikan rakyat Indonesia pada kodratnya sebagai manusia. Salah satunya berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan beradab dari pemimpinnya, tetangganya, koleganya dan alam sekitarnya.
Di tengah pandemi COVID-19, nilai pada sila kedua ini wajib diterapkan. Misalnya. penegakkan hukum terkait pelanggaran atas aturan PPKM harus ditegakkan secara adil, tidak boleh memandang status sosial, kalau salah ya dihukum. Dengan keadilan yang diterapkan, maka secara otomatis seluruh rakyat akan taat terhadap pemimpin dan aturannya dalam menghadapi COVID-19.
Selain itu, pemberian bantuan bagi masyarakat yang terdampak, harus tepat sasaran dan pastinya tidak boleh ‘dicuil’ sedikitpun. Karena itu merusak keberadaban bangsa kita di mata internasional, di mana bantuan sosialpun di tengah krisis saat ini masih sempat-sempatnya dikorupsi.
Ketiga: Persatuan Indonesia
Jikalau saat bangsa ini dijajah, rakyat Indonesia ini tidak bersatu menghadapi penjajahan, kemerdekaan yang hari ini kita rayakan mungkin hanya angan-angan saja. Alhamdulillah fanatisme dan egoisme kelompok agama, suku dan daerah kala itu tidak menyurut kegigihan pahlawan kita.
Dalam konteks pandemi COVID-19, sila ketiga dari Pancasila ini merupakan stimulus utama dalam menjaga ‘imun’ rakyat Indonesia. Seluruh komponen bangsa harus bersatu dan kompak dalam menghadapi pandemi ini. Tidak lagi ada kelompok di tengah masyarakat yang mempercayai COVID-19 adalah konspirasi atau bahkan tidak percaya bahwa virus Corona ada.
Marilah kita meninggalkan egoisme pemahaman dan pandangan atas musibah ini. Bagi yang kolompok masyarakat yang tidak percaya, minimal menghargai saudara kita yang percaya dan berduka cita terhadap keluarga korban yang telah berguguran karena COVID-19. Persatuan dan kekompakan bisa diwujudkan bersama-sama dengan menerapkan protokol kesehatan di tempat umum secara disiplin dan berkomitmen bersama-sama untuk melawan penyebaran COVID-19.
Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Tidak ada ceritanya dalam sejarah bangsa ini, sebuah masalah tak dapat diselesaikan. Termasuk masalah musibah pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia, khususnya Indonesia. Pendiri bangsa ini telah memberi suri tauladan kepada kita bagaimana langkah yang efektif dalam menemukan solusi pada setiap masalah yang dihadapi.
Seperti halnya dengan lahirnya Pancasila yang dilakukan dengan musyawarah, begitu pula yang harusnya kita lakukan untuk melahirkan kesepakatan dalam menghadapi masalah virus Corona ini. Sila keempat ini menjadi pedoman utama kepada pemerintah dalam mencari solusi atas musibah ini. Misalnya, melibatkan seluruh komponen bangsa dalam mengidentifikasi solusi apa kira-kira dalam mengatasi musibah ini. Selama ini, kebijakan pemerintah terkait penanganan COVID-19 masih membingungkan masyarakat.
Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam kasus COVID-19, kebijakan vaksin gratis untuk seluruh masyarakat Indonesia adalah bentuk implementasi nilai sila kelima. Namun yang jadi PR kita adalah, data penerima Bansos belum sesuai fakta di lapangan, sehingga banyak yang mendapatkan bantuan tidak tepat sasaran. Dalam masalah ini, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang terdampak pandemi COVID-19 harus ditegakkan.
Diharapkan dengan kita belajar dari nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi musibah pandemi COVID-19, kita kuat dan terus berjuang sampai titik darah penghabisan. Seperti halnya, para pejuang kemerdekaan 76 tahun yang lalu. Semoga penyebaran COVID-19 ini segera berakhir dan masyarakat dapat normal dan sehat dalam menjalankan aktivitasnya menuju bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera. Amin.
Prof Dr Ir Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI
sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5675635/refleksi-kemerdekaan-belajar-merdeka-dari-pandemi-covid-19-ala-pancasila