Sejarah Polwan: Bermula dari 6 Perempuan di Masa Perang

31 Aug, 2019 | Kategori : Lain-lain

Polwan sejatinya sudah ada sejak zaman perang kemerdekaan dengan berbagai macam dinamika dan persoalannya. Kesatuan polisi wanita di Indonesia pertama kali dihadirkan pada 1 September 1948, tepat hari ini 70 tahun silam. Kala itu, anggota Polwan cuma ada 6 orang saja.

Perjalanan tahun 1948 itu diselingi guncangan yang melanda Indonesia. Belum lama merdeka, Belanda sudah datang lagi, berambisi berkuasa kembali. Serangan demi serangan digencarkan, perundingan demi perundingan dilanggar, Indonesia dalam situasi darurat. Banyak penduduk mengungsi, menjauhi titik-titik pertempuran demi keselamatan diri dan keluarga. Namun, pihak republik juga harus tetap cermat dan siaga lantaran gelombang pengungsi rawan disusupi mata-mata musuh.

Yang menjadi persoalan, tidak semua pengungsi perempuan bersedia diperiksa oleh petugas laki-laki, terlebih secara fisik. Hal ini tentunya cukup menyulitkan, karena bisa saja Belanda mengirimkan wanita pribumi sebagai mata-mata.

anggota-polwan--wikicommon_ratio-16x9

Sebagai upaya untuk mengatasinya, dinukil dari buku 20 Tahun Indonesia Merdeka: Volume 3 terbitan Departemen Penerangan (1966), pemerintah RI memberikan mandat kepada Sekolah Polisi Negara (SPN) di Bukittinggi untuk membuka pendidikan kepolisian bagi perempuan (hlm. 801).

Hasilnya, terpilih enam orang gadis remaja lulusan sekolah menengah untuk mengikuti pendidikan kepolisan wanita tersebut. Keenam perempuan itu adalah Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein, dan Rosnalia Taher, semuanya berdarah Minangkabau.

Enam Srikandi Perintis

Dikutip dari jurnal Dharmasena terbitan Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan (1995), keenam calon petugas wanita itu menjalani pelatihan sebagai inspektur polisi bersama dengan 44 peserta pria (hlm. 21). Mereka mulai mengikuti pendidikan di SPN Bukittinggi pada 1 September 1948, yang kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran polwan di Indonesia. Enam polisi wanita perintis ini juga menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama. Rata-rata, mereka nantinya pensiun dengan pangkat kolonel polisi atau komisaris besar polisi.

Yang dicemaskan terjadi juga. Di pengujung tahun 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II. Ibukota RI, yang waktu itu berada di Yogyakarta, diduduki. Para petinggi negara, termasuk Sukarno, Mohammad Hatta, dan beberapa orang menteri, ditawan lalu diasingkan ke luar Jawa.

Ketika pusat pemerintahan di Yogyakarta limbung, Bukittinggi justru unjuk gigi. Atas restu Presiden Sukarno, didirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di salah satu daerah penting di Sumatera Barat tersebut.

Keenam polisi wanita itu turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan pemerintahan darurat di Bukittinggi. Salah satu fragmen aksi mereka terungkap dalam buku Brigadir Jenderal Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa (1998) karya Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi.

polwan-pertama-di-indonesia_20170901_132259

Disebutkan, Bukittinggi harus dikosongkan pada awal 1949 karena pasukan Belanda semakin mendekat. Kesatuan Brigade Mobil pimpinan Inspektur Polisi Amir Machmud ditugaskan mendirikan basis pertahanan untuk melindungi proses pengosongan itu. Dalam pasukan ini, terdapat tiga orang polisi wanita, yaitu Rosmalina, Jasmaniar, dan Nelly Pauna (hlm. 136).

Dikutip dari : https://tirto.id/sejarah-polwan-bermula-dari-6-perempuan-di-masa-perang-cWh1